JAKARTA – Sidang perdana judicial review presidential threshold (PT) 20% akan digelar pada hari ini, Selasa (26/7/2022), di Mahkamah Konstitusi (MK). Judicial review tersebut diinisiasi oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Wakil Ketua Majelis Syura, Hidayat Nur Wahid mengatakan, gugatan tersebut dilayangkan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat dan menjadi pembuka jalan agat tokoh-tokoh bangsa dapat berpartisipasi dalam Pemilu 2024 dengan lebih leluasa.
BACA JUGA:MA Umumkan 8 Nama Hakim Ad Hoc untuk Pengadilan HAM Berat
“Besok Sidang Perdana Gugatan PT 20 % oleh @PKSejahtera. Akan Digelar MK. Gugatan itu untuk perjuangkan aspirasi rakyat dan agar Tokoh2 Bangsa potensial jadi Capres/Cawapres tak terbonsai oleh PT 20%, serta ingin koreksi pembelahan bangsa akibat PT. Mohon doanya,” kata Hidayat di akun twitternya.
Sebelumnya, PKS akan mengadakan nonton bareng sidang perdana uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan dilaksanakan pada 26 Juli 2022.
BACA JUGA:17 Menit Sebelum Brigadir J Dilaporkan Tewas, Ternyata Sempat Hubungi Sang Kekasih
Sidang tersebut berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20% kursi DPR dan 25% suara nasional dalam agenda sidang pemeriksaaan pendahuluan yang dilakukan Mahkamah Konstitusi.
Ketua Tim Kuasa Hukum PKS Zainudin Paru menyebutkan meskipun dilaksanakan secara online, PKS akan menggelar persidangan dan nonton bareng persidangan tersebut dari Gedung DPP PKS di Jl. Simatupang, Jakarta Selatan.
“Kami memohon doa dan dukungan dari masyarakat agar usaha ini dapat berjalan dengan baik. Karena apabila permohonan ini dikabulkan, diharapkan akan semakin banyak pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dapat ditawarkan ke masyarakat,” ujar Zainudin Paru, Senin (25/7/2022).
Zainudin yakin bahwa Mahkamah Konstitusi akan secara seksama memeriksa permohonan ini, karena permohonan yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Doktor Salim berbeda dengan permohonan-permohonan sebelumnya.
“Kami tidak membantah pandangan Mahkamah bahwa terkait presidential threshold merupakan open legal policy. Namun, open legal policy tersebut sebaiknya diberikan batasan, yakni interval range 7% sampai dengan 9% untuk ditetapkan oleh pembentuk undang-undang,” kata Zainudin Paru.