Kasus Pencabulan Anak di Cempaka Putih, RPA Perindo Pertanyakan Keberadaan Pelaku : Okezone Megapolitan

[ad_1]

 

JAKARTA – Ketua Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Jeannie Latumahina, mempertanyakan lokasi Heru Junaedi (40) terduga pelaku pemerkosa anak di bawah umur di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Jeannie menyebutkan, sebelumnya mendapatkan informasi dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Pusat bahwa pelaku sudah ditangkap.

“Kami mendapatkan informasi dari unit PPA bahwa pelakunya sudah ditangkap,” kata Jeannie di Kantor RPA Perindo, Senin (16/1/2023).

Setelah mendapatkan informasi tersebut, pada 9 Januari 2023, ia bersama ibu korban dan tim RPA Perindo mendatangi Polres Metro Jakarta Pusat untuk memastikan informasi tersebut.

“Tetapi dalam hal ini penyidik Polres Metro Jakpus tidak dapat membuktikan dan memperlihatkan ke RPA Perindo bahwa pelakunya itu sudah ditangkap,” ujarnya.

Partai Perindo, yang dikenal gigih dalam memperjuangkan hak perempuan dan anak itu terus berupaya memastikan keberadaan pelaku tersebut. Hal itu agar ke depan korbannya tidak bertambah.

“Segera ditangkap dan diamankan sebelum terjadi lagi korban-korban anak-anak dibawah umur lain berjatuhan,” ucapnya.

Sebelumnya, Relawan Perempuan dan Anak Perindo (RPA) rudapaksa anak di bawah umur, N (6) yang terjadi di Cempaka Putih.

N mengalami kekerasan seksual oleh pria yang diduga paman tirinya sendiri, HJ (40) saat berkunjung ke rumah kakeknya di wilayah Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Laporan tersebut sudah dilayangkan ibu korban R (37) pada Sabtu 18 Juni 2022 ke Polres Jakarta Pusat. Namun, hingga kini belum dilakukan penyidikan.


Follow Berita Okezone di Google News

“Kami RPA mengharapkan supaya Polres Metro Jaya untuk segera menangkap pelaku pemerkosa di bawah umur,” ujar Ketua RPA Perindo, Jeannie Latumahina kepada wartawan di Jakarta, Jumat (07/10/2022).

Sementara itu, Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP Partai Perindo, Tama S Langkun menyampaikan lambatnya proses penyidikan tersebut dikarenakan merujuk Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) menyatakan bahwa kejadian yang dialami N dinilai masih kurang bukti dan tidak adanya saksi yang melihat.

Padahal, menurut Tama, jika merujuk pada UU TPKS seharusnya keterangan saksi korban dan hasil rekaman medis sudah cukup bagi penyidik untuk masuk ke tahap selanjutnya.

“Artinya apa-apa yang dituduhkan bisa dijelaskan dengan dua alat bukti tadi. Saya rasa kita mengimbau kepada penyidik untuk ikut pada rezim UU yang baru UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual No 12 tahun 2022,” tuturnya.

[ad_2]

Source link

Category:
Comments (0)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *