Soal ‘Amplop Kiai’, PBNU : Sama Sekali Tak Pantas! : Okezone Nasional

-

[ad_1]

JAKARTA – Pernyataan Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarfa terkait istilah ‘amplop kiai’ saat menghadiri acara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbuntut panjang. Pernyataan Suharso itu menuai polemik dan komentar dari berbagai pihak. Salah satunya, dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Ketua PBNU bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrur Rozi menilai pernyataan Suharso terkait istilah ‘amplop kiai’ sebagai bentuk money politik telah membuat kepercayaan ke PPP semakin menurun. Sebab, ditegaskan Fahrur Rozi, pernyataan Suharso sangat tidak pantas.



“Karena PPP itu dianggap partai yang, ya minimal ketumnya itu dianggap orang yang tidak paham tentang bagaimana caranya menghormati dan menghargai pesantren, apalagi itu diomongkan di depan KPK, itu sama sekali enggak ada benernya, enggak layak, enggak pantes ya,” kata Fahrur Rozi kepada awak media, Jumat (26/8/2022).

Lebih lanjut, ia meminta Suharso untuk meminta maaf. Khususnya, kepada para kiai serta pesantren. Tak hanya Suharso, Fahrur Rozi juga meminta agar PPP untuk introspeksi terkait polemik Suharso Monoarfa.

“Saya kira PPP harus introspeksi dan mereka harus minta maaf,” ujar Gus Fahrur.

Ia juga menilaiilustrasi ‘amplop kiai’ tersebut tidak pantas dan tidak laik disampaikan Suharso. Apalagi, kata dia, Suharso merupakan Ketua Imum Partai berlambang Kakbah dengan konstituen umat Islam.


Baca Juga: KKP Revisi Aturan Pengenaan Sanksi Administratif

“Ilustrasi tersebut sangat tidak layak untuk seorang ketum partai politik khususnya yang berbasis Islam, itu berarti dia tidak memahami tradisi yang berkembang di masyarakat, bagaimana kita, masyarakat dan kiai itu ada simbiosis saling menghargai, saling memuliakan, itu tidak ada maksud sama sekali untuk sogok,” ujarnya.

Gus Fahrur menambahkan, menyamakan memberi sesuatu kepada kiai dengan politik uang tidaklah bisa dibenarkan. Sebab, sambung dia, kiai itu melayani dan menjadi rujukan masyarakat.

Oleh karena itu, tentu saja masyarakat sangat menghormati para kiai yang telah menghabiskan waktunya untuk melayani dan memberikan sesuatu kepada kiai hanyalah sekadar penghargaan.

“Itu (memberikan sesuatu) menjadi tradisi ya, menghormati guru, ya seperti kita bertamu bawa oleh-oleh ya, jadi tidak bisa disebut money politic, karena mereka (para kiai) kan bukan penentu kebijakan, justru para politisi yang datang itulah yang mestinya dia mengerti, memahami ya bagaimana dia ngerepotkan orang kemudian dia tidak melakukan apa-apa, tidak membantu apa-apa, kayak kita bertamu tidak membawa oleh-oleh, seperti itu saja sebetulnya,” ungkapnya.

[ad_2]

Source link

Category:
Comments (0)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *